Rabu, 22 Januari 2014

Sebuah Puisi Hitam



Sebuah Puisi Hitam


Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Ceceran darah kesedihan Mengalir dari ujung pelipis mata

Menetes mengotori badan jalan raya kereta kencana

Aku Terjerumus dan tersesat dalam lingkaran fatamorgana

Hitam, gelap dan hanya kelam’lah yang tampak nyata

Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Tak ada cahaya sedikitpun untuk sebuah iman  dalam diri

Keindahan Nampak lenyap di telan ganasnya badai Tsunami

Aku terus berjibaku dalam kematian suri

Menangis, Merintih dalam kesepian yang terasa abadi

Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Jiwaku terpuruk dan ragaku perlahan-lahan mulai remuk

Digerogoti belatung-belatung duniawi yang perlahan membusuk

Berbau amis darah dan nanah yang sangat menusuk

Berpesta porak dengan ribuan iblis yang terkutuk

Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Pasukan Iblis ku dekati dan para malaikat ku jauhi

Tak ada lagi lantunan ayat suci yang selalu  mengimani

Yang nampak hanyalah perbuatan dosa yang terus mengiringi

Dan ku terjebak dalam fakta kelam yang kelak akan diadili.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar