Rabu, 22 Januari 2014

Sebuah Puisi Hitam



Sebuah Puisi Hitam


Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Ceceran darah kesedihan Mengalir dari ujung pelipis mata

Menetes mengotori badan jalan raya kereta kencana

Aku Terjerumus dan tersesat dalam lingkaran fatamorgana

Hitam, gelap dan hanya kelam’lah yang tampak nyata

Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Tak ada cahaya sedikitpun untuk sebuah iman  dalam diri

Keindahan Nampak lenyap di telan ganasnya badai Tsunami

Aku terus berjibaku dalam kematian suri

Menangis, Merintih dalam kesepian yang terasa abadi

Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Jiwaku terpuruk dan ragaku perlahan-lahan mulai remuk

Digerogoti belatung-belatung duniawi yang perlahan membusuk

Berbau amis darah dan nanah yang sangat menusuk

Berpesta porak dengan ribuan iblis yang terkutuk

Aku Kelam, Aku Gelap dan Aku Hitam

Pasukan Iblis ku dekati dan para malaikat ku jauhi

Tak ada lagi lantunan ayat suci yang selalu  mengimani

Yang nampak hanyalah perbuatan dosa yang terus mengiringi

Dan ku terjebak dalam fakta kelam yang kelak akan diadili.



Selasa, 21 Januari 2014


Sebuah Pengendalian Yang Kurang Stabil



Oka Kurniawan


Sesat enggan ku berdalih, ketika sebuah pengharapan mulai mengisi kekosongan sistem otak yang seakan mulai beku, kuberjalan dalam kehampaan ruang dan waktu, dalam ketidak- pastian dan dalam kebimbangan pemikiran udzur, hari-hari berlalu seiring pergantian musim yang semakin gugur di antara sakura-sakura harapan, termenung dalam ketidakpastian sebuah harapan, tersudutkan oleh keterpaksaan sebuah harapan dan membeku menunggu abstraknya sebuah harapan, Ruang dan waktu yang membeku, meluluhkan imajinasi untuk pemikran positif dan untuk berdiri tegak tanpa tiang penyangga, kehidupan kelam yang terlewatkan dengan berbagai permasalahan hidup , menjerumuskanku dalam sebuah kerangkeng baja yang kokoh, di cambuki mata rantai yang menghancurkan daging menembus tulang hingga cedra sekujur jasad yang berlumuran darah segar, jauh dari keindahan, jauh dari rasa bahagia, jauh dari pemikiran-pemikiran positif dan jauh dari rasa keingin tahuan sebuah harapan, bertahun-tahun ku membeku dalam perihnya luka yang membusuk, akankah luka yang membusuk sembuh dengan sendirinya tanpa penawar ? dari dalamnya lubuk hati, aku tak mau menjadi seonggok jagung, aku tak ingin menjadi sampah yang mengotori badan jalan raya kereta kencana, aku tak ingin menjadi sesosok patung yang bisu untuk berontak dan berkata-kata, dalam lelahnya raga, kuberontak untuk sebuah nirwana jiwa, mengahrapkan cahaya api abadi yang mendasari terangnya hati, tapi apakah api abadi akan kudapatkan walaupun hanya setitk jarum?bertambah Satu harapan di angan “Api Abadi”, mungkin semuanya hanya mimpi, tapi ku berharap mimpi itu berubah menjadi sebuah kenyataan tanpa ada seorangpun yang menggangu mimpi dalam nyenyak tidur panjangku, setiap hal yang dijalani selalu tersirat konsekuensi yang menjembatani akhir semuanya, tapi, ku terperosok dalam jembatan tersebut, tercebur dalam sungai kebimbangan, hanyut tersapu gelombang sunami kehampaan dan tenggelam didalamnya, sadarku adalah kesalahan dengan melewati rusaknya jembatan harapan di tengah-tengah belantara hutan, tak ada seorangpun di sekitar belantara hutan untuk menolong, sahabat, keluarga bahkan kekasihpun terasa lenyap di telan kabut-kabut kehancuran, akankah ku mampu bertahan dalam keruhnya air dan tanpa sedikitpun oksigen untuk bernapas? hal yang mungkin mustahil, aku tak muanfik, bukan aku tak mengakui keluarga, sahabat atau kekasih , sadar dengan sebuah kesalahan diri yang membuat semuanya terasa tak bersosok, tak berwujud di antara ujung pelipis mata, wahai penguasa nirwana jiwa, bimbinglah aku untuk sebuah nama, nama yang selalu meghiasi ruang lingkup keindahan, nama yang selalu memutarbalikan keadan, nama yang selalu menerangi pekatnya kehidupan malam, dan nama tersebut adalah ‘Cahaya’, Indah ku berkata, dalam permainan dalil yang menahan semua amarah asa yang tidak tercurahkan, melayang mengitari gurun pasir yang tak terjamah yang namanya mahkluk, gema pun datang mengoyak-ngoyak pasir dalam hembusan angin yang berputar mengelilingiku, melangkah seperti melayang, seperti di gerakan tali temali yang melilit raga untuk menuju apapun yang di kehendaki keabstrakan jiwa, berlari seperti sambaran petir, yang melewati sang waktu yang terbuang sia-sia, melenyapkan kesempatan yang terbuang percuma, sesal, bimbang dalam ketidakpastian yang murka di ujung lautan lepas, teriaku seakan tak di dengar seisi alam jagat raya ini, suaraku seakan bisu di depan penghulu-penghulu pengantin duniawi, bersetubuh dengan angan, bergelut dengan harapan dan berkutik di antara butiran-butiran pasir impian. Mata hati yang lara, panca indra yang tak berasa, dan jiwa yang sakit, sakit dan sakit, terkubur diantara gugurnya dedaunan yang mulai menguning, menguak misteri kehidupan yang bertajuk sebuah harapan dan mendramatisir semua permasalahan yang dianggap benar. Wajar ku tersesat, wajar ku terjerumus dan wajar pula ku terperosok dalam lubang sebuah impian, mungkin semua hanya ilustrasi yang membentengi kemewahan semua rasa, tapi rasa ini fakta bukan logika, persetanlah dengan kalian kalian yang tak pernah mengerti fakta, yang hanya berpegang pada sebuah logika, tak pernah merasakan apa yang orang lain rasa, indah ku berkata dalam sebuah permainan Rasa. Ku berjalan tanpa henti, tanpa setitikpun cahaya menyinari dan ku coba bangkit tanpa tongkat penyangga, seakan semua keindahan hilang di telan ombak lautan yang terus meghantam, sebuah pengendalian diri yang kurang stabil dalam keruhnya dinding hati yang berubah menjadi sebuah pergolakan amarah, tersingkirkan dalam kecemasan di tengah-tengah padang ilalang, wahai sang harta, kembalilah dalam wujud surga dan enyahlah dalam ganasnya api neraka,yang menjadikan terang dalam ruang gulita, indah ku berkata, dalam pemikiran jiwa yang terasa lara, dan enggan ku berdalil dalam kebahagiaan yang selalu menghantui. ku hanya bisa bersilat lidah dalam permainan kata, ku hanya bisa bergumam dalam perasaan setengah sadar, harapku, bebaskanlah, bebaskanlah. bebaskan aku dari pekatnya malam yang terus mengahantui rasa keingintahuanku yang mendalam, bebaskanlah dari mata rantai yang melilit sekujur jasad yang kering kerontang, bebaskanlah dari racun yang mulai mencemari darah dan bebskanlah dari kengerian rasa bersalah. Inginku adalah harapan yang nyata, yang membuat semua indra pemikiran menjadi berfungsi, mencerahkan kekelaman yang terus menghantui sang jiwa, kemanapun jasad ini pergi, ku ingin selalu di temani rasa keingin tahuan yang mendalam untuk memupuk pohon-pohon keindahan yang bisa di tebang kelak di hari tua, yang bisa menuntun anak cucu untuk menggapai harapan dan impian yang nyata, inginku tak banyak, itu saja. Wahai penguasa nirwana jiwa, nyalakanlah api abadi yang bertahun-tahun padam, terangilah, harapan yang dulu sirna, terangilah. Semuanya kembali lagi pada keabstrakan rasa ingin tahu, rasa ingin menggapai angan, rasa ingin memupuk harapan dan rasa ingin berontak dari keterpurukan dan kengerian hidup, Indah ku berkata, dalam pemikiran hati yang terasa tersudutkan, aku adalah debu yang kemanapun angin pergi itulah tujuan jalan keterpaksaan yang harus ku tempuh, bimbang dalam jahatnya belantara hutan yang berpenghuni berjuta-juta mahluk yang tak bersosok, keheausan di tengah gurun pasir yang tak berair zam-zam, berontak ku tak mampu, bergerak ku enggan, dan berlari’ku tak bertenaga, akhirnya perjalanan panjang yang membawaku ke tempat dimana terkumpul beberapa mahluk berhati malaikat yang sudi menampung sesosok jasad yang rusak, sampai akhirnya ku bertemu mahluk perempuan berhati mulia yang selalu menemaniku dikala sang jasad kesepian, bahagia, senyum, tawapun tersirat di keriput tulang pipiku, terbang di sisi-sisi awan surgawi, sampai dilihatkan sesosok nirwana yang megah, hari hari kujalani penuh senyum, penuh tawa dan penuh keceriaan, tak ada sedih, galaw atau apapun itu yang berhubungan dengan perasaan negative sang hati . Indahku berkata dalam pemikiran hati yang terasa mewah, terbuai dalam dinding-dinding keindahan, ter samar rasa yang membuat lidah menjulur mengeluarkan liur keharuan, yang tersirat setiap hari, setiap waktu bahkan setiap menit yang dalam benak hanya wanita berhati mulia tersebut, menemani dikala kesepian, selalu ada di kala dibutuhkan dan selalu membuat hidup terasa lebih berarti dari hadup sebelumnya, setiap perkataan dalam perbincangan hati yang bercengkrama selalu berangan, berimpi bersama untuk kehidupan mendatang dalam rencana hidup bersama, indah ku berkata dalam pemikiran jiwa yang bahagia, mahluk-mahluk yang berhati malaikat terus mensuport, menyemangati, dan membuat jiwa terasa lebih berharga dari kepingan emas atau butiran-butiran biji permata, setiap aktivitas yang di jalanipun terasa penuh rasa ikhlas, semangat dan penuh tanggung jawab, malaikat-malaikat berhati mulia, terima kasih atas semua pemberian yang telah kalian berikan, aku jadi lebih mengerti tentang hidup yang harus kulalui, aku lebih mengerti arti mencintai dan dicintai orang lain dan aku lebih mengerti arti membantu orang lain yang lebih membutuhkan, karna bagiku membantu orang lain walaupun setitik jarum itu adalah kebanggaan tersendiri, Indah ku berkata dalam pemkiran jiwa yang terasa bermakna, makna adalah inti atau jawaban dari semua hal, yang mendasari segenggam pertanyaan, makna adalah rasa yang mengelompokan semua imajinasi, makna adalah separuh dari sepenggal harapan dan makna adalah awal dari sebuah pengharapan. Pemikiran positive yang menjembatani kehidupan cerah di antara taburan-taburan butiran salju yang menghiasi jalan-jalan kehidupan semua makhluk, pemikiran positive niscaya sang bulan penerang kehidupan dalam pekatnya malam, itulah salah satu hal yang diberikan para makhluk yang mengubah kehidupanku yang dulu suram yang sekarang menjadi secerah bulan dikala purnama, Kehidupanku berubah, semuanya indah penuh warna, silau memancarkan cahaya kebahagiaan, lebih dekat kepada sang khalik, tak ada lagi kehiidupan kelam, ta’ada kehidupan suram, ta’ada lagi kehidupan yang berhubunga dengan segala dosa, harapan indahpun selalu ku pegang dalam cengkraman tangan dan terkunci dalam ruang hati, masa lalu..Enyahlah, karna masa lalu adalah kenangan, masa sekarang adalah tantangan dan masa depan adalah Harapan untuk menuju harapan yang lebih baik, masa lalu biarlah berlalu dan terkubur dalam-dalam , tanpa harus mengingatnya kembali, tanpa harus berlarut dalam penyesalan sebuah masa lalu, akan tetapi, jadikanlah masa lalu sebagai cermin untuk menapaki sebuah perjalanan hidup, masa sekarang adalah tantangan, segala sesuatu yang di jalani sekarang adalah tantangan, jika kita melewati tatangan tersebut, maka niscaya kita bisa naik tingkat untuk menuju harapan yang lebih baik, selalu ingat Harapan, Masa depan Adalah Harapan, ketika kita menjalani sesuatu, sealu ingat harapan di angan, jangan pernah menyerah, jangan pernah putus harapan, terus dan tersuslah berusaha untuk sebuah nirwana jiwa. Setelah kujalani hari-hari penuh dengan sebuah kebahagiaan, badai dan serangan bertubi-tubipun datang menghantam dengan menjelma berbagai masalah yang menimpa sesosok jasad yang dulunya ceria, sesosok jasad yang perlahan hampir setengah bangkit dari sebuah keterpurukan, dari awal permasalahan keluarga yang terus menerus memaksaku untuk berpenghasilan tetap, masalah bisnis, sampai ditinggalnya sesosok mahluk perempuan yang baik hati, terjatuh, hampa, hilang semangat dan tak ada tenaga untuk berdiri menahan hantaman dari masalah-maslah tersebut, ku hilang arah tak ada pijakan untuk ku berdiri dan ta ada hal apapun yang membuat ku ceria, ku berjalan mengitari ruang dan waktu, mengelilingi padang pasir yang teramat luas menahan panas teriknya sang surya, tersesat di dalamnya dan tak tau dimana utara dan dimana selatan, menangis ku tak ber air mata, teriak tak bersuara menahan sebuah cobaan yang menurutku teramat begitu berat, indah ku berkata dari pemikiran hati yang merasa tak berarti dimata dunia, indah ku berangan dalam pemikiran hati yang mengharapkan sebuah pengharapan, memaksa bergelut dengan keruhnya air kedamaian yang tercemari, jauh dari para malaikat, jauh dari para dewa dan jauh dari ibu peri yang selalu membimbingku dari sejak pertama turun ke dunia, sadarku jauh dari mereka karna ku yang minta, ku yang ingini semua itu terjadi, ku berjalan terus tanpa henti dengan dosa dan kesalahan yang selalu ku bawa kemanapun jasad ini pergi, kemana jasad ini singgah, tanpa setitikpun cahaya api abadi menerangi perjaalananku dalam keterpurukan, melawan kejamnya hidup, tersudutkan waktu yang terbuang percuma, terperangkap dalam ruang keterpurukan, tak tau kapan akhir keterpurukan ini, tak tau dimana ujung dari derita yang menimpa jasad yang terluka ini, sebuah pengharapan yang ku tunggu bertahun-tahun dalam kebimbanganku, setelah hampir kurang lebih setahun ku dalam keterpurukan, setitik cahayapun datang, menerangi walau tersamarkan dalam jalanku, walaupun hanya setitik jarum cahaya yang ku dapatkan, setidaknya jasad ini pun mampu bergerak dalam mati suri kehampaan, dalam nyenyak tidur panjangku dan dalam mati yang ku alami, indah ku berkata dalam pemikiran jiwa yang meraja di antara semua makhluk di muka bumi ini, mulai melangkah, menatap masa depan dan berjuang demi masa depan dengan penuh senyum dan tawa, mulai mengerti arti sebuah masa lalu yang harus ku tinggalkan, mengeti tentang tantangan yang harus di hadapi dan mengerti tentang harapan yang harus ku raih, mulai tersadar tentang kesalahan-kesalahan yang dijalani dengan melupakan orang-orang di sekitarku, melupakan sebuah harapan dan impian yang ada, pemikiran positive pun mulai tersirat dalam benakku dengan cahaya setitik jarum tersebut, mulai mengerti arti kehidupan yang sebenarnya yang harus di lewati dengan penuh senyum dan rasa semangat, dan akhirnya beberapa hal yang diharapkan olehku pun datang dengan sendirinya, materi, wanita yang selalu menemaniku dan keluargapun mulai member sedikit senyuman yang tulus untukku, semua hari mulai ku jalani dengan penuh rasa semangat, semua sedikit terasa indah, semua sedikit terasa menyenangkan, membuat raga ini terasa lebih berarti dari sebelumnya, tetapi semua terhenti setelah ku lihat sebuah senyuman yang penuh arti dan misteri yang membuat raga ini menundukan hati dengan melihat keterpurukan sesosok wanita berhati mulia menderita, tersiksa tanpa kehadiranku di sampingnya, perasaan rasa bersalah datang kembali menghantui dan terus mengikuti dalam segala gerak langkahku yang mulai rapuh, butir-butir mimpi yang berserakan di antara jalan raya kehidupan yang menghentikan semua kebahagiaan, membuat pemikiran kacau tak bernilai dan tak ada harga dimata dunia, karna kelembutan senyum yang dulu ada telah mulai sirna bagai di telan air di musim penghujan, yang mengguncang pantai kehidupanku yang lara, angin, burungpun membisu tentang apa saja yang bertalian dengan jiwa yang setengah sadar, tabur sunyipun mulai merayap-rayap dihati, mulai menggerogoti lubang kerongkongan yang kering kerontang ditengah-tengah panasnya gurun, selama bertahun-tahun dosa dan perasaan bersalah ini terus mengikuti dan terus meracuni otakku, entah sampai kapan perasaan itu akan terus singgah dalam otakku, sampai detik ini, detik dimana aku terus berjalan menapakai hidup dalam lingkaran dosa dan dalam lingkaran perasaan bersalah ini, satu keinginan dalam hati, penebusan dosa terhadap hati yang telah tercemari raga ini, sadar, walaupun raga ini hancur lebur, mungkin tak cukup untuk penebusan dosa ini terhadapmu dan terhadap kalian, hidup yang kujalani sekarang adalah horror, bejalan dalam kegelapan, bernapas di dasar lautan lepas, mencengkram duri-duri yang melukai telapak jari jemari, semua ku lalui, semua kujalani, yakin, yang maha kuasa punya rencana sendiri buat kehidupanku ku kedepan, berlindung dalam kasih sayang sang khalik, berdomisili dalam tingkah laku yang benar, menapaki jejak cahaya yang sedikit tersamarkan, Bangkit, Semangat, itulah yang harus ku raih sekarang, dalam raungan suara ini, kerongkonganku tak henti untuk berteriak dan berontak dalam keterpurukan, Aku masih punya iman, dan itulah sebuah modal dalam menapaki hidupku yang sekarang, yakin, cahaya sang khalik akan terus menerangi di setiap langkahku dalam kelamnya jalan di tengah belantara hutan ini. Kutukan kesadaran, Hilang dalam kegelapan, Sebagai warna sejati, Akan selalu berharap untuk sebuah tanda, sampai pada akhirnya Kebenaran akan membebaskan jiwaku, keinginan membara untuk hidup dan berkeliaran bebas,bersinar dalam gelap, dan itu tumbuh dalam diriku, karena nasibku adalah horor dalam lingkaran khotbah. Setelah kegelapan yang dingin, Sebuah tempat di mana aku menyembunyikan dosa-dosa tergelap, di jantung hutan, dalam rahim daun, dan di cabang-cabang akar pohon, disitulah dulu aku pernah merasa tersesat dalam mencari pencerahan,Gerbang waktu sekarang telah dibuka, Melarikan diri dari rantai menara gading, dan sebuah kekuatan kuno perlahan membebaskanku, Diantara Ibu jari dan Jari Kelingking, aku akan Menjadi penyelamat untuk dirku sendiri, dan ketika ku lipat kedua jari tersebut, maka Jari tengah'lah yang akan ku persembahkan untuk kehidupan kelamku yang dulu pernah ku lalui, Angin perubahan ini akan terus bertiup liar dan bebas walaupun badai Ini terus mengamuk di jalan raya penyesalan, Mengedipkan Mata, Arahkan Jari, Dan aku akan Menerangi Langit,Aku dinonaktifkan oleh kekhawatiran, Malam ini amarah diisi dengan teriakan, Ketika semua tanda memori yang dikonsumsi semuanya menjadi saksi.




 





Sebuah Pengendalian Diri Yng Kurang Stabil



Oka Kurniawan
Sesat enggan ku berdalih, ketika sebuah pengharapan mulai mengisi kekosongan sistem otak yang seakan mulai beku, kuberjalan dalam kehampaan ruang dan waktu, dalam ketidak- pastian dan dalam kebimbangan pemikiran udzur, hari-hari berlalu seiring pergantian musim yang semakin gugur di antara sakura-sakura harapan, termenung dalam ketidakpastian sebuah harapan, tersudutkan oleh keterpaksaan sebuah harapan dan membeku menunggu abstraknya sebuah harapan, Ruang dan waktu yang membeku, meluluhkan imajinasi untuk pemikran positif dan untuk berdiri tegak tanpa tiang penyangga, kehidupan kelam yang terlewatkan dengan berbagai permasalahan hidup , menjerumuskanku dalam sebuah kerangkeng baja yang kokoh, di cambuki mata rantai yang menghancurkan daging menembus tulang hingga cedra sekujur jasad yang berlumuran darah segar, jauh dari keindahan, jauh dari rasa bahagia, jauh dari pemikiran-pemikiran positif dan jauh dari rasa keingin tahuan sebuah harapan, bertahun-tahun ku membeku dalam perihnya luka yang membusuk, akankah luka yang membusuk sembuh dengan sendirinya tanpa penawar ? dari dalamnya lubuk hati, aku tak mau menjadi seonggok jagung, aku tak ingin menjadi sampah yang mengotori badan jalan raya kereta kencana, aku tak ingin menjadi sesosok patung yang bisu untuk berontak dan berkata-kata, dalam lelahnya raga, kuberontak untuk sebuah nirwana jiwa, mengahrapkan cahaya api abadi yang mendasari terangnya hati, tapi apakah api abadi akan kudapatkan walaupun hanya setitk jarum?bertambah Satu harapan di angan “Api Abadi”, mungkin semuanya hanya mimpi, tapi ku berharap mimpi itu berubah menjadi sebuah kenyataan tanpa ada seorangpun yang menggangu mimpi dalam nyenyak tidur panjangku, setiap hal yang dijalani selalu tersirat konsekuensi yang menjembatani akhir semuanya, tapi, ku terperosok dalam jembatan tersebut, tercebur dalam sungai kebimbangan, hanyut tersapu gelombang sunami kehampaan dan tenggelam didalamnya, sadarku adalah kesalahan dengan melewati rusaknya jembatan harapan di tengah-tengah belantara hutan, tak ada seorangpun di sekitar belantara hutan untuk menolong, sahabat, keluarga bahkan kekasihpun terasa lenyap di telan kabut-kabut kehancuran, akankah ku mampu bertahan dalam keruhnya air dan tanpa sedikitpun oksigen untuk bernapas? hal yang mungkin mustahil, aku tak muanfik, bukan aku tak mengakui keluarga, sahabat atau kekasih , sadar dengan sebuah kesalahan diri yang membuat semuanya terasa tak bersosok, tak berwujud di antara ujung pelipis mata, wahai penguasa nirwana jiwa, bimbinglah aku untuk sebuah nama, nama yang selalu meghiasi ruang lingkup keindahan, nama yang selalu memutarbalikan keadan, nama yang selalu menerangi pekatnya kehidupan malam, dan nama tersebut adalah ‘Cahaya’, Indah ku berkata, dalam permainan dalil yang menahan semua amarah asa yang tidak tercurahkan, melayang mengitari gurun pasir yang tak terjamah yang namanya mahkluk, gema pun datang mengoyak-ngoyak pasir dalam hembusan angin yang berputar mengelilingiku, melangkah seperti melayang, seperti di gerakan tali temali yang melilit raga untuk menuju apapun yang di kehendaki keabstrakan jiwa, berlari seperti sambaran petir, yang melewati sang waktu yang terbuang sia-sia, melenyapkan kesempatan yang terbuang percuma, sesal, bimbang dalam ketidakpastian yang murka di ujung lautan lepas, teriaku seakan tak di dengar seisi alam jagat raya ini, suaraku seakan bisu di depan penghulu-penghulu pengantin duniawi, bersetubuh dengan angan, bergelut dengan harapan dan berkutik di antara butiran-butiran pasir impian. Mata hati yang lara, panca indra yang tak berasa, dan jiwa yang sakit, sakit dan sakit, terkubur diantara gugurnya dedaunan yang mulai menguning, menguak misteri kehidupan yang bertajuk sebuah harapan dan mendramatisir semua permasalahan yang dianggap benar. Wajar ku tersesat, wajar ku terjerumus dan wajar pula ku terperosok dalam lubang sebuah impian, mungkin semua hanya ilustrasi yang membentengi kemewahan semua rasa, tapi rasa ini fakta bukan logika, persetanlah dengan kalian kalian yang tak pernah mengerti fakta, yang hanya berpegang pada sebuah logika, tak pernah merasakan apa yang orang lain rasa, indah ku berkata dalam sebuah permainan Rasa. Ku berjalan tanpa henti, tanpa setitikpun cahaya menyinari dan ku coba bangkit tanpa tongkat penyangga, seakan semua keindahan hilang di telan ombak lautan yang terus meghantam, sebuah pengendalian diri yang kurang stabil dalam keruhnya dinding hati yang berubah menjadi sebuah pergolakan amarah, tersingkirkan dalam kecemasan di tengah-tengah padang ilalang, wahai sang harta, kembalilah dalam wujud surga dan enyahlah dalam ganasnya api neraka,yang menjadikan terang dalam ruang gulita, indah ku berkata, dalam pemikiran jiwa yang terasa lara, dan enggan ku berdalil dalam kebahagiaan yang selalu menghantui. ku hanya bisa bersilat lidah dalam permainan kata, ku hanya bisa bergumam dalam perasaan setengah sadar, harapku, bebaskanlah, bebaskanlah. bebaskan aku dari pekatnya malam yang terus mengahantui rasa keingintahuanku yang mendalam, bebaskanlah dari mata rantai yang melilit sekujur jasad yang kering kerontang, bebaskanlah dari racun yang mulai mencemari darah dan bebskanlah dari kengerian rasa bersalah. Inginku adalah harapan yang nyata, yang membuat semua indra pemikiran menjadi berfungsi, mencerahkan kekelaman yang terus menghantui sang jiwa, kemanapun jasad ini pergi, ku ingin selalu di temani rasa keingin tahuan yang mendalam untuk memupuk pohon-pohon keindahan yang bisa di tebang kelak di hari tua, yang bisa menuntun anak cucu untuk menggapai harapan dan impian yang nyata, inginku tak banyak, itu saja. Wahai penguasa nirwana jiwa, nyalakanlah api abadi yang bertahun-tahun padam, terangilah, harapan yang dulu sirna, terangilah. Semuanya kembali lagi pada keabstrakan rasa ingin tahu, rasa ingin menggapai angan, rasa ingin memupuk harapan dan rasa ingin berontak dari keterpurukan dan kengerian hidup, Indah ku berkata, dalam pemikiran hati yang terasa tersudutkan, aku adalah debu yang kemanapun angin pergi itulah tujuan jalan keterpaksaan yang harus ku tempuh, bimbang dalam jahatnya belantara hutan yang berpenghuni berjuta-juta mahluk yang tak bersosok, keheausan di tengah gurun pasir yang tak berair zam-zam, berontak ku tak mampu, bergerak ku enggan, dan berlari’ku tak bertenaga, akhirnya perjalanan panjang yang membawaku ke tempat dimana terkumpul beberapa mahluk berhati malaikat yang sudi menampung sesosok jasad yang rusak, sampai akhirnya ku bertemu mahluk perempuan berhati mulia yang selalu menemaniku dikala sang jasad kesepian, bahagia, senyum, tawapun tersirat di keriput tulang pipiku, terbang di sisi-sisi awan surgawi, sampai dilihatkan sesosok nirwana yang megah, hari hari kujalani penuh senyum, penuh tawa dan penuh keceriaan, tak ada sedih, galaw atau apapun itu yang berhubungan dengan perasaan negative sang hati . Indahku berkata dalam pemikiran hati yang terasa mewah, terbuai dalam dinding-dinding keindahan, ter samar rasa yang membuat lidah menjulur mengeluarkan liur keharuan, yang tersirat setiap hari, setiap waktu bahkan setiap menit yang dalam benak hanya wanita berhati mulia tersebut, menemani dikala kesepian, selalu ada di kala dibutuhkan dan selalu membuat hidup terasa lebih berarti dari hadup sebelumnya, setiap perkataan dalam perbincangan hati yang bercengkrama selalu berangan, berimpi bersama untuk kehidupan mendatang dalam rencana hidup bersama, indah ku berkata dalam pemikiran jiwa yang bahagia, mahluk-mahluk yang berhati malaikat terus mensuport, menyemangati, dan membuat jiwa terasa lebih berharga dari kepingan emas atau butiran-butiran biji permata, setiap aktivitas yang di jalanipun terasa penuh rasa ikhlas, semangat dan penuh tanggung jawab, malaikat-malaikat berhati mulia, terima kasih atas semua pemberian yang telah kalian berikan, aku jadi lebih mengerti tentang hidup yang harus kulalui, aku lebih mengerti arti mencintai dan dicintai orang lain dan aku lebih mengerti arti membantu orang lain yang lebih membutuhkan, karna bagiku membantu orang lain walaupun setitik jarum itu adalah kebanggaan tersendiri, Indah ku berkata dalam pemkiran jiwa yang terasa bermakna, makna adalah inti atau jawaban dari semua hal, yang mendasari segenggam pertanyaan, makna adalah rasa yang mengelompokan semua imajinasi, makna adalah separuh dari sepenggal harapan dan makna adalah awal dari sebuah pengharapan. Pemikiran positive yang menjembatani kehidupan cerah di antara taburan-taburan butiran salju yang menghiasi jalan-jalan kehidupan semua makhluk, pemikiran positive niscaya sang bulan penerang kehidupan dalam pekatnya malam, itulah salah satu hal yang diberikan para makhluk yang mengubah kehidupanku yang dulu suram yang sekarang menjadi secerah bulan dikala purnama, Kehidupanku berubah, semuanya indah penuh warna, silau memancarkan cahaya kebahagiaan, lebih dekat kepada sang khalik, tak ada lagi kehiidupan kelam, ta’ada kehidupan suram, ta’ada lagi kehidupan yang berhubunga dengan segala dosa, harapan indahpun selalu ku pegang dalam cengkraman tangan dan terkunci dalam ruang hati, masa lalu..Enyahlah, karna masa lalu adalah kenangan, masa sekarang adalah tantangan dan masa depan adalah Harapan untuk menuju harapan yang lebih baik, masa lalu biarlah berlalu dan terkubur dalam-dalam , tanpa harus mengingatnya kembali, tanpa harus berlarut dalam penyesalan sebuah masa lalu, akan tetapi, jadikanlah masa lalu sebagai cermin untuk menapaki sebuah perjalanan hidup, masa sekarang adalah tantangan, segala sesuatu yang di jalani sekarang adalah tantangan, jika kita melewati tatangan tersebut, maka niscaya kita bisa naik tingkat untuk menuju harapan yang lebih baik, selalu ingat Harapan, Masa depan Adalah Harapan, ketika kita menjalani sesuatu, sealu ingat harapan di angan, jangan pernah menyerah, jangan pernah putus harapan, terus dan tersuslah berusaha untuk sebuah nirwana jiwa. Setelah kujalani hari-hari penuh dengan sebuah kebahagiaan, badai dan serangan bertubi-tubipun datang menghantam dengan menjelma berbagai masalah yang menimpa sesosok jasad yang dulunya ceria, sesosok jasad yang perlahan hampir setengah bangkit dari sebuah keterpurukan, dari awal permasalahan keluarga yang terus menerus memaksaku untuk berpenghasilan tetap, masalah bisnis, sampai ditinggalnya sesosok mahluk perempuan yang baik hati, terjatuh, hampa, hilang semangat dan tak ada tenaga untuk berdiri menahan hantaman dari masalah-maslah tersebut, ku hilang arah tak ada pijakan untuk ku berdiri dan ta ada hal apapun yang membuat ku ceria, ku berjalan mengitari ruang dan waktu, mengelilingi padang pasir yang teramat luas menahan panas teriknya sang surya, tersesat di dalamnya dan tak tau dimana utara dan dimana selatan, menangis ku tak ber air mata, teriak tak bersuara menahan sebuah cobaan yang menurutku teramat begitu berat, indah ku berkata dari pemikiran hati yang merasa tak berarti dimata dunia, indah ku berangan dalam pemikiran hati yang mengharapkan sebuah pengharapan, memaksa bergelut dengan keruhnya air kedamaian yang tercemari, jauh dari para malaikat, jauh dari para dewa dan jauh dari ibu peri yang selalu membimbingku dari sejak pertama turun ke dunia, sadarku jauh dari mereka karna ku yang minta, ku yang ingini semua itu terjadi, ku berjalan terus tanpa henti dengan dosa dan kesalahan yang selalu ku bawa kemanapun jasad ini pergi, kemana jasad ini singgah, tanpa setitikpun cahaya api abadi menerangi perjaalananku dalam keterpurukan, melawan kejamnya hidup, tersudutkan waktu yang terbuang percuma, terperangkap dalam ruang keterpurukan, tak tau kapan akhir keterpurukan ini, tak tau dimana ujung dari derita yang menimpa jasad yang terluka ini, sebuah pengharapan yang ku tunggu bertahun-tahun dalam kebimbanganku, setelah hampir kurang lebih setahun ku dalam keterpurukan, setitik cahayapun datang, menerangi walau tersamarkan dalam jalanku, walaupun hanya setitik jarum cahaya yang ku dapatkan, setidaknya jasad ini pun mampu bergerak dalam mati suri kehampaan, dalam nyenyak tidur panjangku dan dalam mati yang ku alami, indah ku berkata dalam pemikiran jiwa yang meraja di antara semua makhluk di muka bumi ini, mulai melangkah, menatap masa depan dan berjuang demi masa depan dengan penuh senyum dan tawa, mulai mengerti arti sebuah masa lalu yang harus ku tinggalkan, mengeti tentang tantangan yang harus di hadapi dan mengerti tentang harapan yang harus ku raih, mulai tersadar tentang kesalahan-kesalahan yang dijalani dengan melupakan orang-orang di sekitarku, melupakan sebuah harapan dan impian yang ada, pemikiran positive pun mulai tersirat dalam benakku dengan cahaya setitik jarum tersebut, mulai mengerti arti kehidupan yang sebenarnya yang harus di lewati dengan penuh senyum dan rasa semangat, dan akhirnya beberapa hal yang diharapkan olehku pun datang dengan sendirinya, materi, wanita yang selalu menemaniku dan keluargapun mulai member sedikit senyuman yang tulus untukku, semua hari mulai ku jalani dengan penuh rasa semangat, semua sedikit terasa indah, semua sedikit terasa menyenangkan, membuat raga ini terasa lebih berarti dari sebelumnya, tetapi semua terhenti setelah ku lihat sebuah senyuman yang penuh arti dan misteri yang membuat raga ini menundukan hati dengan melihat keterpurukan sesosok wanita berhati mulia menderita, tersiksa tanpa kehadiranku di sampingnya, perasaan rasa bersalah datang kembali menghantui dan terus mengikuti dalam segala gerak langkahku yang mulai rapuh, butir-butir mimpi yang berserakan di antara jalan raya kehidupan yang menghentikan semua kebahagiaan, membuat pemikiran kacau tak bernilai dan tak ada harga dimata dunia, karna kelembutan senyum yang dulu ada telah mulai sirna bagai di telan air di musim penghujan, yang mengguncang pantai kehidupanku yang lara, angin, burungpun membisu tentang apa saja yang bertalian dengan jiwa yang setengah sadar, tabur sunyipun mulai merayap-rayap dihati, mulai menggerogoti lubang kerongkongan yang kering kerontang ditengah-tengah panasnya gurun, selama bertahun-tahun dosa dan perasaan bersalah ini terus mengikuti dan terus meracuni otakku, entah sampai kapan perasaan itu akan terus singgah dalam otakku, sampai detik ini, detik dimana aku terus berjalan menapakai hidup dalam lingkaran dosa dan dalam lingkaran perasaan bersalah ini, satu keinginan dalam hati, penebusan dosa terhadap hati yang telah tercemari raga ini, sadar, walaupun raga ini hancur lebur, mungkin tak cukup untuk penebusan dosa ini terhadapmu dan terhadap kalian, hidup yang kujalani sekarang adalah horror, bejalan dalam kegelapan, bernapas di dasar lautan lepas, mencengkram duri-duri yang melukai telapak jari jemari, semua ku lalui, semua kujalani, yakin, yang maha kuasa punya rencana sendiri buat kehidupanku ku kedepan, berlindung dalam kasih sayang sang khalik, berdomisili dalam tingkah laku yang benar, menapaki jejak cahaya yang sedikit tersamarkan, Bangkit, Semangat, itulah yang harus ku raih sekarang, dalam raungan suara ini, kerongkonganku tak henti untuk berteriak dan berontak dalam keterpurukan, Aku masih punya iman, dan itulah sebuah modal dalam menapaki hidupku yang sekarang, yakin, cahaya sang khalik akan terus menerangi di setiap langkahku dalam kelamnya jalan di tengah belantara hutan ini. Kutukan kesadaran, Hilang dalam kegelapan, Sebagai warna sejati, Akan selalu berharap untuk sebuah tanda, sampai pada akhirnya Kebenaran akan membebaskan jiwaku, keinginan membara untuk hidup dan berkeliaran bebas,bersinar dalam gelap, dan itu tumbuh dalam diriku, karena nasibku adalah horor dalam lingkaran khotbah. Setelah kegelapan yang dingin, Sebuah tempat di mana aku menyembunyikan dosa-dosa tergelap, di jantung hutan, dalam rahim daun, dan di cabang-cabang akar pohon, disitulah dulu aku pernah merasa tersesat dalam mencari pencerahan,Gerbang waktu sekarang telah dibuka, Melarikan diri dari rantai menara gading, dan sebuah kekuatan kuno perlahan membebaskanku, Diantara Ibu jari dan Jari Kelingking, aku akan Menjadi penyelamat untuk dirku sendiri, dan ketika ku lipat kedua jari tersebut, maka Jari tengah'lah yang akan ku persembahkan untuk kehidupan kelamku yang dulu pernah ku lalui, Angin perubahan ini akan terus bertiup liar dan bebas walaupun badai Ini terus mengamuk di jalan raya penyesalan, Mengedipkan Mata, Arahkan Jari, Dan aku akan Menerangi Langit,Aku dinonaktifkan oleh kekhawatiran, Malam ini amarah diisi dengan teriakan, Ketika semua tanda memori yang dikonsumsi semuanya menjadi saksi.